Risiko Jika Anak Tidak Mengikuti PAUD dan Langsung Masuk SD pada Usia 7 Tahun

Guru-guru PAUD di TPA MPA Daycare Karawang.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang masih dijumpai orang tua yang beranggapan bahwa PAUD bukanlah kebutuhan wajib. Toh setelah sang anak berusia tujuh tahun dapat masuk sekolah dasar. Tentu saja, pandangan seperti itu perlu diluruskan. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bukan sekadar tempat bermain atau penitipan, melainkan fondasi penting yang menentukan kesiapan anak dalam memasuki jenjang sekolah dasar. Tanpa pengalaman PAUD, anak berpotensi menghadapi sejumlah tantangan yang memengaruhi aspek akademik, sosial, emosional, bahkan kepercayaan dirinya.

Artikel ini membahas secara lengkap berbagai risiko yang dapat muncul ketika anak usia 0–6 tahun tidak mengikuti PAUD dan langsung masuk SD pada usia tujuh tahun.

1. Kesiapan Belajar yang Belum Matang

PAUD dirancang untuk menumbuhkan school readiness atau kesiapan belajar. Tanpa stimulasi dari PAUD, banyak anak yang belum siap menerima pola belajar di SD yang relatif lebih terstruktur. Anak mungkin:

  • kesulitan mengikuti instruksi dua hingga tiga langkah,
  • belum bisa duduk fokus selama 20–30 menit,
  • belum terbiasa beraktivitas dengan ritme sekolah.

Kesiapan belajar yang rendah dapat membuat anak cepat lelah, mudah frustrasi, dan tertinggal dibandingkan teman-temannya.

2. Kesenjangan Kemampuan Dasar Literasi dan Numerasi

PAUD memberikan fondasi kemampuan pra-akademik seperti:

  • pra-membaca (mengenal huruf dan bunyi),
  • pra-menulis (koordinasi tangan-mata, menebalkan garis, coretan bermakna),
  • pra-berhitung (konsep angka 1–10, mengenal pola, seri, dan bentuk).

Anak yang tidak menjalani PAUD biasanya belum mendapatkan keterampilan ini, sehingga mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan pelajaran awal kelas 1 SD.

3. Tantangan Sosial-Emosional

PAUD adalah ranah pertama anak belajar:

  • berbagi,
  • bekerja sama,
  • bergiliran,
  • mengikuti aturan kelompok,
  • mengenali dan mengendalikan emosi.

Tanpa pengalaman di atas, anak sering mengalami shock sosial saat masuk SD. Ia bisa ragu mendekati teman, takut kepada guru, atau mudah menangis ketika menghadapi situasi baru. Kesulitan sosial-emosional dapat menghambat proses belajar di tahap selanjutnya.

4. Overwhelm Terhadap Transisi Sekolah

PAUD memberi jembatan antara dunia bermain di rumah dengan dunia belajar di sekolah. Transisi langsung dari rumah ke SD yang lebih disiplin berisiko membuat anak:

  • kewalahan dengan jadwal harian,
  • bingung dengan aturan kelas,
  • cemas terhadap tuntutan akademik yang tiba-tiba muncul.

Hal ini sering memicu perilaku menolak sekolah atau stres ringan pada minggu-minggu pertama.

5. Kemandirian yang Belum Terbentuk

Di PAUD, anak belajar mengurus dirinya sendiri seperti:

  • mengatur perlengkapan,
  • membuka kotak bekal,
  • memakai sepatu,
  • ke toilet tanpa bantuan.

Anak yang tidak memiliki pengalaman ini biasanya sangat bergantung pada guru, sehingga mengganggu konsentrasi belajar dan proses adaptasi di lingkungan SD.

6. Risiko Masalah Perilaku di Kelas

Perbedaan aturan di rumah dan sekolah sering membuat anak bingung. Tanpa pengalaman mengikuti aturan sederhana di PAUD, anak lebih berisiko:

  • sering berdiri, berjalan di kelas, atau mengganggu teman,
  • kesulitan bergiliran,
  • mudah temperamental ketika frustasi.

Guru SD pun harus bekerja lebih keras untuk memberi pendampingan tambahan.

7. Rendahnya Kepercayaan Diri

Saat merasa tertinggal dari teman sebayanya, anak bisa mengembangkan perasaan tidak mampu. Hal ini berdampak pada:

  • kecenderungan cepat menyerah
  • perasaan takut salah
  • menurun­nya minat belajar

Rendahnya kepercayaan diri di awal masa sekolah bisa terbawa hingga jenjang berikutnya jika tidak ditangani.

8. Beban Tambahan bagi Orang Tua

Tidak adanya pengalaman PAUD membuat orang tua harus memberikan stimulasi tambahan di rumah. Mereka perlu:

mengajarkan keterampilan dasar membantu adaptasi sosial lebih sering berkomunikasi dengan guru SD untuk pemantauan

Bagi sebagian keluarga, hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama jika orang tua bekerja.

9. Ketertinggalan pada Masa Emas Perkembangan

Usia 0–6 tahun adalah fase emas (golden age), ketika otak anak berkembang sangat cepat. PAUD menawarkan stimulasi yang terstruktur dan menyeluruh pada aspek:

Tanpa stimulasi yang tepat, perkembangan anak berisiko kurang optimal.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan, bahwa mengikuti PAUD sangat penting untuk memastikan anak siap bersekolah secara akademik, sosial, dan emosional. Tanpa pengalaman PAUD, anak tetap bisa belajar di SD, tetapi proses adaptasinya cenderung lebih berat dan memerlukan pendampingan tambahan.

Orang tua dapat mempertimbangkan berbagai bentuk PAUD, sesuai kebutuhan dan kesiapan keluarga. Bentuk-bentuk PAUD yang ada di masyarakat antara lain: TPA (Taman Penitipan Anak), KB (Kelompok Bermain), SPS (Satuan PAUD Sejenis), TK (Taman Kanak-Kanak).

Posting Komentar untuk "Risiko Jika Anak Tidak Mengikuti PAUD dan Langsung Masuk SD pada Usia 7 Tahun"